Rabu, 28 Februari 2018

Wanita Bayang-Bayang

Senja mengusik lamunanku. Aku tersipu melihat pancaran cahaya di balik pohon rawu samping musala. Sungguh indah, melihat senja sekaligus pemilik lesung pipit yang sedang menghampiriku. Rambutnya mendayu-dayu terkena angin sore. Sekali lagi, aku termangu. Senyumnya berhasil membawaku mengkhayal ke langit ketujuh. Mungkin ia titisan Dewi Sinta yang cantiknya amat memesona. Atau, ia reinkarnasi Drupadi yang digambarkan sebagai seorang wanita halus dan penyayang.
Aku tak dapat memalingkan wajahku. Kuyakin jika kalian melihatnya, berkedippun takkan kuasa. Sungguh Maha Baik Tuhan yang menciptakan makhluk sesempurna dia. Satu langkah lagi. Tinggal satu langkah lagi, ia akan berjalan di depanku. Dari jarak satu langkah ini, aku sudah dapat mencium bau parfumnya. Cerry. Aku suka cerry. Aku sangat menggandrungi cerry, salah satunya karena dia. Ia cerry-ku. Penguasa seluruh ruang sepi hatiku selama empat tahun ini. Ahh! Aku sudah GILA! Selama empat tahun, aku tak tertarik pada perempuan manapun. Hanya dia. Satu-satunya.
“Ali, aku duluan ya!” Pamitnya.
Aku tersenyum. Suaranya selembut sutra. Bibirnya ranum kemerah-merahan. Matanya bening ala-ala pemain drama Korea. Jangan tanya kulitnya! Kulitnya putih, tetapi bukan putih pucat seperti orang-orang biasanya. Aku menatapnya canggung. Ia mendekat padaku. Suara langkah kakinya membentuk sebuah melodi indah. Aku memejamkan mata.
“Kenapa kau memejamkan matamu?” Tanyanya sambil tertawa cekikikan.
Aku salah tingkah. Ia sangat dekat denganku, kira-kira lima langkah kakiku. Kemajuan pesat. Ya! Kalian tak perlu heran. Karena, biasanya aku hanya dapat menatapnya dari kejauhan.
“Iyalah, ada nenek gayung di sini. Haha.” Aku tertawa sekaligus mencoba menenangkan debaran jantungku. Satu langkah lagi ia mendekatiku. Aku yakin, aku akan pingsan saat itu juga.
“Di mana ada nenek gayung? Ah! Kamu lucu. Nenek gayung ‘kan cuma ada dalam cerita dongeng anak-anak.”
Ya! Seperti mimpiku untuk memilikimu. Hanya dongeng, Ratih. Ucapku dalam hati.
“Hei! Kamu tidur berdiri?!” Katanya lalu tertawa renyah.
“Ya nggaklah. Kamu nggak sadar, ya!” Kataku pura-pura misterius.
“Sadar apa?” Tanyanya. Mata beningnya berkedip sekali, lalu menatapku intens.
Sekali lagi aku bungkam karena tatapannya. Semua dari dia adalah candu. Aku terpana pada apapun miliknya. Apapun. Sungguh. Bagiku, dia adalah yang sempurna.
“Heh! Bengong lagi!” Katanya cemberut.
“Dasar gayung.” Kataku padanya lalu menjulurkan lidahku.
“Ha! Aku cantik gini kok disamain sama nenek gayung!” Cibirnya.
Aku tersenyum.
Suara klakson mobil berbunyi dengan nyaring. Kami menoleh ke arah sumber suara hampir bersamaan. Wajah Ratih seketika berubah ceria. Ia tersenyum, lalu berhambur ke arah mobil merah di depan kami. Aku tersenyum hambar. Mataku hampir mengeluarkan tetesan sendu. Tetapi dengan sekuat hati, aku mencoba menahannya. Aku akan ditinggalkannya.
“Duluan ya, Aku pulang dulu sama suamiku. Ayo, Roy!” Ajaknya kepada Roy. Suaminya sejak satu tahun lalu.
Hatiku hancur. Ia telah menanggalkan hatiku. Bayangan senyumnya masih milikku. Wajah cantiknya, bahkan suara merdunya. Ia tetap milikku. Wanita bayanganku. Aku tak dapat berpaling darinya, meskipun ia bukan milikku.

_THE END_
Jember, 24 November 2017

Ditemani suara jangkrik. Suasana hati yang perih ketika sang tuah tak mampu menahan gejolaknya sendiri.maisarohmey.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar